Jumat, 26 Juni 2009

Nasehatku





Kuteteskan air mata ketika melihat saudaraku seiman dizalimi, tapi hatiku lebih hancur jika saling bermusuhan. Seperti matahari yang senantiasa terbit, selalu ada harapan akan bersatunya Islam, itu nyata.


Jadilah generasi umahat yang rabbani, yang menjadikan suri tauladan ke 4 istri Nabi . Menjadi seorang wanita yang solehah dan penghias dunia, per-hiasan yang paling indah adalah engkau wahai para umahat.

Wahai para pemuda berinisiatiplah, jadilah penjelajah dan pelopor bangsa. Tunjukkanlah kepada generasi tua bahwa kalian memiliki kecakapan, kebera-nian, bakat dan ilmu untuk berbuat dalam keseluruhan! Dan niatkanlah. Arah-kanlah hal itu sebagai pengabdian hanya kepada Alloh semata-mata, ja-ngan pada yang lain.


Saudaraku... Betapa nyata di depan kita, begitu banyak orang yang menyangka telah berada dalam kebenaran, padahal mereka hanya mengikuti hawa nafsu dan taklid buta. Duhai kiranya kita berjiwa penuntut ilmu, pasti kita tidak ba-nyak yang menyesal dan menangis darah di akhirat nanti... Duhai kiranya kita benar-benar mencintai Alloh dan Rasul-Nya, pastilah kita mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shalih! Bukankah mereka yang paling mengerti tentang Al-Qur'an dan hadits daripada yang lain? Bukankah mereka generasi terbaik yang telah diridhai Alloh dan harus kita ikuti.

Read more...

Inilah Cintaku...



Kapas-kapas hati telah coba kita pintal melalui benang-benang keimanan, hingga kita menyimpul erat dalam islam. Tak layak kita terbenam dalam lautan kenikmatan, tanpa pelita penerang hingga kita tak menyadari keindahan, keunikan, keajaiban dan pesona hidup. Sahabat, hari-hari kita mungkin penuh dengan beragam warna dan kreasi jingga hingga kita tak menyadari dimanakah cinta ini berlabuh.
Cintamu pada suamimu, cintamu pada anakmu, cintamu pada orang tuamu dan cintamu pada wanita/pria. Apakah cinta hakiki seperti itu yang kau usungkan di balik hatimu? Alangkah salahnya apabila hakikat cinta berlabuh pada pulau yang tak berpenghuni. Karena cinta seperti inilah yang disebut sebagai cinta semu.
"Siapa yang lebih mencintai dunia rusaklah akhiratnya, siapa yang lebih mencintai akhirat makca tidak berartilah dunianya, maka perbanyaklah kecintaanmu kepada hal-hal yang lebih mengekalkan daripada yang fana (rusak)." (HR. Hakim).
Jikalau kamu mencintai saudaramu karena sifat duniamu, alangkah nista akhir dan akhiratmu. Tapi, jika kamu mencintai sekelilingmu karena AlIoh , alangkah nikmatnya akhirat sebagai tempat kembalimu. Alangkah indah, bila kita mencintai segalanya karena AIloh , bila kita memberi karena Alloh , dan segalanya hanya untuk Alloh .
“Siapa yang mencintai karena Alloh, membenci karena Alloh, memberi karena Alloh dan mencegah karena Alloh maka, sungguh telah sempurnalah imannya.”(HR. Abu Daud).
Sungguh itulah cinta hakikimu, cinta yang akan mengekalkanmu dalam kesempurnaan iman dan cinta yang telah dipilih untuk pertemuan setetes air yang terputus dengan sumber yang tak pernah kering. Cintamu pada Robbmu bagaikan sesuatu yang mencukupi, memuaskan dan melimpah.
Dan cinta Robbmu lah, kamu dapat mencintai setiap orang di sekelilingmu. Karena perlu kita sadari apabila Alloh berkehendak untuk mengambil nyawa kita maka hilanglah segala kenikmatan cinta yang semu itu.
Cinta hakiki itu bagaikan mutiara keabadian, sebuah ekspresi cinta yang tak ternilai harganya dan tak mudah mendapatkannya. Jika kamu ingin mendapatkannya, Alloh pun akan menguji keimananmu dan itulah kosekwensi cinta hakikimu. Cintailah Alloh. . . Cintailah Robbmu!
“Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memberi cobaan agar ia mendengar dan berendah diri (di hadapan-Nya)." (HR. Baihaqi).

Read more...

BERBAHAGIALAH, WAHAI HAMBA ALLAH!




Air Mata, Sakit Hati = Ujian
T
idak pernahkah kita berpikir bahwa betapa Allah senantiasa membuat kita bahagia? Apakah kita tidak pernah berpikir bahwa semua air mata dan luka di hati adalah jalan untuk kita lebih mendekatkan diri kepada Allah?
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah , sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.” (QS.Al Baqarah: 214)
Sahabat, mari kita merenung sejenak. Apa yang kita lakukan saat kita sedang bersedih. Dari lubuk hati yang paling dalam, akan muncul sebuah pengakuan. Betapa lemahnya diri kita. Betapa rapuhnya iman kita. Betapa bodohnya kita. Dan betapa kecil kita sebagai manusia. Sebuah keyakinan tercipta bahwa betapa Maha Kuasa Allah atas diri kita. Dia Yang Maha Kaya, Maha Berilmu, Maha Perkasa sekaligus Maha Penyayang. Semua keangkuhan sirna dalam sekejap.
Nah, saat diri rapuh dan tidak berdaya, saat itu pula kita mulai yakin bahwa ada yang lebih segala-galanya di atas kita. Sebuah kesejukan menetes membasahi hati yang terbakar. Ada kelembutan membelai pikiran yang gersang. Sebuah genggaman dahsyat yang membantu kita untuk bangkit kembali, melanjutkan kehidupan yang lebih baik.
Sahabat, begitulah cara Allah membahagiakan kita. Dengan menguji kita lewat berbagai macam penyakit, baik itu penyakit fisik dan sakit hati. Karena penyakit itulah, seseorang akan tersadar dari semua keangkuhan dan mengakui semua kesalahan yang telah kita perbuat dan segera bertaubat. Dengan ujian-ujian itu pula kita sebagai manusia merasa sangat kecil, merasa diri ini betul-betul seorang hamba yang bergantung hanya kepada Allah. Saat kita tersadar dari segala perjalanan dosa, mulailah kita memperbaiki kualitas ibadah kita dan mendekatkan diri kepada Allah.
Betapa Allah sangat mencintai hambanya. Betapa Allah ingin kita berada dekat dengan-Nya. Bukankah kebahagian itu jika kita berada dekat dengan yang kita cintai? Dan hanya Allah-lah yang memiliki cinta sejati itu.
Nikmat Allah selalu lebih besar dari cobaannya.
“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Fatihah:2-3)
Allah Maha Pemurah. Allah Maha Penyayang. Cobalah hitung berapa banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Seumur hidup kita tidak akan sanggup karena saking banyaknya. Lalu apa yang kita khawatirkan? Apa yang membuat kita gelisah?
Kita pasti mengetahui bahwa apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah. Bahkan nyawa kita adalah milik-Nya. Mengapa hanya karena kehilangan kaki seseorang merasa kehilangan segala-galanya? Bukankah ia masih memiliki anggota badan yang lainnya? Mengapa setelah ditinggal kekasih, seorang pemuda atau pemudi menjadi frustasi? Bukankah jodoh itu sudah diatur oleh Allah? Mengapa hanya karena tidak lulus ujian seorang siswa rela menghilangkan nyawanya? Bukan, bukan itu tujuan Allah memberi kita penyakit.
Ingatlah selalu bahwa Allah itu Maha Pemurah. Nikmat yang Allah berikan selalu lebih besar dari cobaan-Nya. Bukankah orang yang kakinya buntung masih mempunyai tangan untuk menggenggam, masih mempunyai mata untuk melihat kebesaran Allah, masih dapat mendengar seruan Allah? Bukankah orang yang buta sekalipun juga diberi kelebihan oleh Allah dengan insting yang kuat? Lalu apa yang harus kita sesali dengan begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan? Apa yang membuat kita bersedih?
“Maka, nikmat Rabb kalian yang manakah yang kalian dustakan?” (QS. Ar-Rahman:13)
Yakinlah, bahwa di balik setiap tetes air mata, selalu ada sejuta senyum yang menanti. Di balik sayatan luka di hati, selalu ada sejuta kebahagiaan yang siap menyambut. Dan yakinlah, bersama dengan kesulitan pasti ada kemudahan. Itu janji Allah…







Intan dalam Duri

“Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah:5-6)
Jalan menuju kebahagiaan memang tidaklah selalu mudah. Ada saja rintangan yang menghadang. Setan bekerja keras melaksanakan tugasnya. Menggoda manusia, memberi was-was ke dalam hati mereka. Bagi orang yang lemah imannya, kurang cintanya terhadap Allah, pastilah dengan senang hati mengikuti bujuk rayu dan tipu daya para setan. Sebaliknya, orang-orang yang begitu mencintai Allah akan menempuh jalan merintang sekalipun. Dan orang-orang seperti itulah yang akan memperoleh kemenangan dan kebahagiaan. Menjadi pemenang atas godaan setan, berhasil membuktikan penghambaannya kepada Allah dan menjadi bahagia karena pahala yang dicurahkan kepadanya serta kemenangan yang terbesar adalah saat perjumpaan dengan Allah .
Untuk mencapai sebuah kebahagiaan, di perlukan pengorbanan dan kerja keras. Jangan mudah putus asa mencari rahmat Allah. Ibaratkan Dia memberikan kita sebuah hadiah berupa sebongkah intan tetapi hadiah tersebut di bungkus dengan kertas berduri. Apakah kita punya nyali untuk membukanya? Mungkin tangan kita akan berdarah, mungkin juga tidak. Dengan petunjuk cara membukanya, kita akan selamat dari duri-duri dan berhasil membuka hadiah tersebut. Akhirnya kita mendapat isi dari kotak itu.
Sama seperti dalam kehidupan, segala rintangan untuk mencapai sebuah kebahagian pastilah ada. Kalau rintangan tersebut kita anggap sebagai penghalang, ia akan betul-betul menghalangi langkah kita. Tapi, jika kita menganggap mereka sebagai tantangan, itu jauh lebih baik. Dalam menghadapi tantangan, kita harus menggunakan ilmu sesuai dengan petunjuk Allah. Dengan ilmu itulah kita dapat keluar dari permasalahan yang ada dan memperoleh hadiah yaitu kebahagiaan.

Cara Berbahagia
1. Syukur
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya, jika kalian bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat_Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim:7)
Orang-orang yang bahagia adalah mereka yang senantiasa bersyukur. Dengan bersyukur hidup akan menjadi lebih bahagia. Syukurilah apa yang ada di hadapan kita. Tidak lupa bersyukur atas apa yang telah kita peroleh di masa lalu. Jangan mencari yang tidak ada, jangan meresahkan kelebihan orang lain karena Allah juga telah menitipkan potensi ke dalam diri kita untuk dikembangkan.
Banyak orang yang terjebak di masa lalu. Menangisi kegagalannya, menyesali kesalahan-kesalahan saat itu. Kita harus berhati-hati. Sebesar apapun penyesalan kita, masa lalu tidak akan kembali dan tidak akan terulang lagi. Jangan sampai kegagalan membuat kita sedih berkepanjangan. Jangan sampai musibah yang kita alami membuat kita lalai dan melupakan semua nikmat yang telah Allah berikan, kufur atas nikmat Allah. Jangan pernah sedetikpun lidah kita absen dari ucapan syukur, memuji Allah Yang Maha Pemurah.
Masa sekarang adalah sebuah kenyataan. Tepat berada di hadapan kita. Bersyukurlah karena hari pagi ini kita masih bisa menghirup udara bebas, bersyukur akan hidangan yang lezat di depan kita, bersyukur karena kita dikelilingi oleh keluarga dan sahabat yang menyayangi. Bersyukur atas semua cinta yang telah diberi Allah kepada kita. Bersyukurlah agar kita menjadi orang yang paling bahagia.

2. Ikhlas
Ikhlas karena Allah. Kalimat yang mudah diucapkan namun kadang dalam prakteknya bertentangan. Mulailah dengan niat karena Allah. Segala sesuatu yang kita lakukan, baik itu bekerja, mencari nafkah atau belajar adalah ikhlas demi mendapatkan ridha Allah semata.
Tidak sedikit orang yang menyia-nyiakan usaha kerasnya. Mengapa sia-sia? Karena tujuannya bukan karena Allah. Tujuannya hanyalah mencari kesenangan dunia semata. Kalau sudah tujuannya dunia, orang-orang seperti itu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kebahagiaan. Walaupun kebahagiaannya itu semu dan hanya sesaat. Dan balasannya pun bisa berupa murka Allah di dunia dan di akhirat.
Gantungkan tujuan dan cita-cita kita hanya kepada Allah. Karena hanya Allah-lah Yang Maha Pemberi, Allah Yang Maha Penyayang. Hanya Allah yang dapat membalas semua perbuatan kita.
Orang-orang yang bekerja dan hanya mengharapkan ridha Allah, merekalah yang memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Setiap langkah adalah ibadah ikhlas kepada Allah dan setiap ucapannya adalah dzikir, perkataan yang baik, serta nasihat-nasihat kepada sesama. Begitulah, orang-orang yang berjuang dengan niat yang ikhlas mengharapkan ridha Allah, senantiasa menjaga perilakunya
Selain pada niat, ikhlas juga akan tercermin pada sikap yang mudah memaafkan. Bagaimana kita melupakan semua kesalahan orang yang pernah menyakiti. Sulit memang, tapi yakinlah kalau kita bisa!
Bergurulah pada Nabi Muhammad . Bagaimana beliau yang lembut hatinya dengan sabar menerima semua ejekan dan cacian dari orang-orang kafir saat menyebarkan Islam. Pada saat salah satu dari orang kafir tersebut jatuh sakit, apa yang dilakukan kekasih Allah ini? Beliau datang kerumah orang itu, menjenguknya. Subhanallah! Luar biasa! Begitu besar rasa ikhlas untuk memaafkan pada diri Rasulullah. Tidak ada dendam sedikit pun. Dengan ikhlas hati kita menjadi lapang. Dengan kelapangan tersebutlah kebahagiaan akan didapatkan.



3. Sabar
“Hai orang-oang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolong kalian, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al- Baqarah:45)
Sabar dalam menjalani kehidupan akan tercermin pada pribadi yang lapang dada, tabah, dan pantang menyerah. Sabar bukan berarti menerima begitu saja dan menunggu datangnya keajaiban.
Sabar dalam bekerja, mencari nafkah adalah mengerahkan segala upaya, pantang menyerah, memaksimalkan potensi untuk dimanfaatkan oleh orang lain. Sabar dalam menuntut ilmu adalah dengan tekun belajar, mengatur waktu dengan baik, memahami dan mencerna pokok- pokok yang diajarkan dan yang lebih penting adalah mengamalkannya di jalan Allah .
Dengan kesabaran, jiwa kita akan terasa lapang. Keyakinan akan janji Allah semakin kuat. Orang-orang yang sabar akan berdiri laksana gunung yang kokoh menancapkan kakinya, berjalan di jalan yang diridhai Allah. Akhirnya, orang-orang yang sabarlah yang akan menjadi pemenang dan berbahagia.

4. Berpikir Positif
“Aku sesuai sangkaan hamba-Ku kepada-Ku, maka ia bebas berprasangka apa saja kepada-Ku.” (Hadist Qudsi)
Pikirkanlah yang indah-indah, maka hidupmu akan menjadi indah. Berpikir positif terhadap segala sesuatu yang menimpa kita dapat menciptakan sebuah semangat untuk menjalani hidup ini.
Jika kita senantiasa berpikiran negatif, segala sesuatu yang kita kerjakan pun akan bernilai negatif. Contoh, ada seseorang yang berpikiran bahwa musibah adalah sesuatu yang menyakitkan, musibah adalah penghalang untuk mencapai cita-cita, kemudian disikapi dengan berkeluh kesah dan bersedih terus menerus. Apa yang terjadi kemudian? Bisa jadi orang tersebut akan mengalami gangguan jiwa seperti stress dan depresi. Belum lagi fisik yang semakin lemah akibat hilangnya nafsu makan. Sungguh rugi orang-orang yang mempunyai pikiran negatif.
Orang-orang yang mempunyai pikiran positif akan menganggap musibah itu sebagai ujian dan tantangan. Bisa jadi mereka berpikiran bahwa musibah itu adalah hadiah untuk mendekatkan diri kepada Allah . Semangat dan optimis akan tercipta dalam setiap langkahnya. Dengan jiwa yang optimis itu pula, orang yang berpikiran positif akan senantiasa mengembangkan potensi dalam dirinya, untuk menjadi pribadi yang unggul. Sungguh bahagialah orang-orang yang senantiasa berpikiran positif.

5. Berbuat Baik
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran:110)
Marilah kita berlomba-lomba untuk berbuat baik agar kita bahagia. Berbuat baik pada diri sendiri seperti memperbaiki kualitas shalat, mengkaji Al-Qur'an dan menuntut ilmu. Shalat yang khusyuk akan membuat hati dan pikiran kita menjadi tenang. Dengan mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an kita bisa menemukan rahasia kehidupan ini. Berbagai macam ilmu ada di dalamnya. Itulah yang membuat kita menjadi orang yang cerdas.
Berbuat baik kepada orang lain adalah wajib hukumnya. Berbuat baik kepada orang tua dengan menjadi anak yang saleh/salehah. Menyambung tali silaturahmi, tersenyum kepada orang lain, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, saling menasehati untuk berbuat baik dan menegur teman yang berbuat salah.
Bersedekah juga salah satu cara untuk berbuat baik kepada orang lain. Dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain. Kekayaan kita bukan tercermin pada berapa banyak saldo tabungan di bank, bukan seberapa tinggi tumpukan emas di lemari, bukan pula berapa banyak mobil mewah yang diparkir di garasi mobil. Kekayaan kita dapat dilihat dari berapa banyak yang telah kita beri kepada orang lain, baik itu harta benda ataupun ilmu yang bermanfaat, ikhlas karena Allah.
Apa yang kita rasakan saat memberi seorang pengemis selembar uang seribuan dan tersenyum bahagia karenanya? Bahagia bukan? Kebahagiaan kita terletak pada bahagia orang lain. Jika kita membahagiakan diri sendiri, kita hanya mempunyai satu point bahagia. Jika kita membahagiakan sepuluh orang, maka kita mempunyai sepuluh point bahagia. Jadi berbuat baiklah kepa Berbagai macam ilmu ada di dalamnya. Itulah yang membuat kita menjadi orang yang cerdas.
Berbuat baik kepada orang lain adalah wajib hukumnya. Berbuat baik kepada orang tua dengan menjadi anak yang saleh/salehah. Menyambung tali silaturahmi, tersenyum kepada orang lain, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, saling menasehati untuk berbuat baik dan menegur teman yang berbuat salah.
Bersedekah juga salah satu cara untuk berbuat baik kepada orang lain. Dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain. Kekayaan kita bukan tercermin pada berapa banyak saldo tabungan di bank, bukan seberapa tinggi tumpukan emas di lemari, bukan pula berapa banyak mobil mewah yang diparkir di garasi mobil. Kekayaan kita dapat dilihat dari berapa banyak yang telah kita beri kepada orang lain, baik itu harta benda ataupun ilmu yang bermanfaat, ikhlas karena Allah.
Apa yang kita rasakan saat memberi seorang pengemis selembar uang seribuan dan tersenyum bahagia karenanya? Bahagia bukan? Kebahagiaan kita terletak pada bahagia orang lain. Jika kita membahagiakan diri sendiri, kita hanya mempunyai satu point bahagia. Jika kita membahagiakan sepuluh orang, maka kita mempunyai sepuluh point bahagia. Jadi berbuat baiklah kepada semua da semua orang, tentunya dengan hati yang ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107)

6. Percaya Akan Janji Allah
“Allah menjanjikan kepada orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat yang baik di surga ‘Adn. Dan keridaan Allah lebih besar. Dan itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 72)
Percayalah kepada Allah. Jangan ada keraguan sedikitpun di hati kita. Mungkin apa yang kita peroleh saat ini bertolak belakang dengan apa yang kita inginkan. Yakinlah bahwa itulah yang terbaik buat kita. Allah sangat sayang kepada hamba-hambanya yang berbuat baik.
Allah memang tidak selalu memberikan apa yang kita inginkan. Dia akan senantiasa memberikan apa yang kita butuhkan. Semua kebutuhan sebagai bekal untuk bertemu dengan-Nya sudah tersedia. Hanya saja kita yang tidak melihat atau bahkan tidak peduli dengan seruan tersebut.
Jadi, berdoa dan berbuat baik adalah kuncinya. Setelah itu, serahkan semua kepada Allah Yang Maha Adil. Bisa jadi kita tidak akan menerima kita terima di akhirat kelak. Dan yakinlah, hadiah itu pasti lebih indah dari dunia dan isinya. Pertemuan dengan Allah.

Read more...

Sabtu, 20 Juni 2009

Makna Perjuangan


MUSLIM PEJUANG "Gerakan Pembebasan”


Inti Islam adalah gerakan pembebasan. Membebaskan hati nurani manusia. Islam tidak pernah menghidupkan sebuah hati, kemudian hati itu dibiarkannya menyerah tunduk kepada suatu kekuatan, selain kekuatan Rabb Yang Satu dan Maha Perkasa.

Islam tidak pernah membangkitkan sebuah hati, lalu dibiarkannya hati itu sabar, tidak bergerak dalam menghadapi segala bentuk kezhaliman, baik kezhaliman pribadi, ataupun kezhaliman sosial, di bagian dunia manapun, dan di bawah penguasa manapun juga.
Saudaraku kaum muslimin...

Jika mata ini melihat kezhaliman, bila telinga ini mendengar jeritan orang-orang teraniaya meminta pertolongan, lalu tidak kita dapati seorang muslim ada di sana untuk menentang ketidakadilan itu, maka kita boleh curiga, apakah umat Islam ada atau tidak. Sebab, tidak mungkin hati-hati yang menyandang Islam sebagai aqidahnya, akan rela dengan ketidakadilan berlalu di hadapannya.

Masalahnya, Islam itu ada atau tidak ada. Kalau Islam itu ada, berarti perjuangan tidak akan berhenti, jihad tidak akan ada putusnya. Orang Islam akan senantiasa mencari syahid demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Bukanlah Islam, apabila di waktu itu yang terdengar hanya bisikan do‘a-do‘a, bunyi tasbih yang dipegang di tangan, jimat-jimat dengan do‘a perlindungan, berserah diri dengan harapan langit akan menghujankan rizki dan kebaikan ke atas bumi, menghujankan kemerdekaan dan keadilan.

Padahal tabiat langit tidak pernah menghujankan hal-hal seperti itu. Allah Subnahahu Wa Ta’ala tidak akan menolong kaum yang tidak mau menolong dirinya sendiri, tidak menjalankan hukum Allah Subnahahu Wa Ta’ala dalam jihad dan perjuangannya.

Allah Subnahahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak me-rubah keadaan suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.“ (QS. ar-Ra‘d: 11)

Islam adalah aqidah perubahan yang aktif. Artinya, ketika ia menyentuh hati manusia, maka hati itu akan mengalami suatu perubahan; perubahan konsepsi, perubahan perasaan, perubahan dalam cara menjalani kehidupan. Semua orang adalah sama, tidak ada yang lebih baik dari yang lainnya selain dengan taqwa.

Semua manusia memiliki kehormatan yang sama, tidak ada yang berhak melakukan kezhaliman terhadap siapapun juga. Saat manusia merasakan sentuh-an hangat aqidah ini, ia akan maju ke depan untuk merealisasikannya dalam alam nyata dengan seluruh jiwanya. Ia tidak tahan untuk bersabar, untuk tinggal diam, untuk tenang-tenang saja, sampai ia benar-benar te-lah menyelesaikan realisasinya di alam nyata.

Orang-orang yang benar-benar ber-iman kepada Allah Subnahahu Wa Ta’ala adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah Subnahahu Wa Ta’ala dengan sungguh-sungguh, berjuang litakuuna kalimatullahi hiya al-ulya. Kalimat Allah tidak akan tegak di atas bumi ini, kecuali kalau ketidakadilan dan kezhaliman telah hilang, sampai seluruh manusia memperoleh keadilan, dimana tidak ada salah seorangpun yang lebih mulia dari yang lainnya selain karena taqwa.

Orang-orang yang melihat ketidakadilan di sepanjang jalan, dan bertemu dengan kesewenang-wenangan di setiap saat, kemudian tidak meng-gerakkan tangan maupun lisan, padahal mereka itu mampu, mereka ini adalah orang-orang yang hatinya tidak (belum) digugah oleh Islam. Jika hatinya tergugah oleh Islam, tentulah mereka akan berubah menjadi mujahidin yang berjuang, saat semangat suci itu mulai menyentuh hati-hati yang bersih dan menyalakannya, men-dorongnya dengan kuat ke medan perjuangan.

Jika jiwa nasionalisme saja mampu menjadi daya dorong untuk berjuang menentang penjajahan, jika jiwa sosial saja mampu mendorong untuk berjuang menentang kaum feodal yang tidak berbudi dan kapitalisme yang memeras, jika jiwa kebebasan individu saja mampu mendorong untuk berjuang menentang diktator yang melampaui batas dan ketidak-adilan yang congkak, maka jiwa Islam adalah kumpulan dari daya dorong semua itu. Islam telah mengumpulkan penjajahan, feodalisme, dan kediktatoran di bawah satu nama, yaitu ketidakadilan. Jiwa Islam harus lebih mendorong kita semua untuk memerangi segala ketidakadilan itu, tanpa berfikir ulang, tanpa ragu-ragu, tanpa diskusi, dan tanpa ditunda-tunda lagi. Itulah salah satu ciri Islam.

Seorang muslim yang telah merasakan jiwa Islam dengan hatinya, tidak akan mungkin memberikan pertolongan kepada penjajah, atau memberikan bantuan kepada mereka, atau berdamai dengan mereka seharipun, atau berhenti berjuang melawan mereka baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.

Pertama-tama ia akan menjadi pengkhianat bagi agama-nya, sebelum menjadi pengkhianat terhadap tanah airnya, terhadap bangsanya dan terhadap kehormatan dirinya. Setiap orang yang tidak merasakan adanya permusuhan dan kebencian terhadap kaum penjajah dan tidak melakukan perjuangan menentang mereka sekuat tenaga, adalah pengkhianat.

Seorang Islam yang merasakan jiwa Islam dengan hatinya tidak mungkin akan membiarkan kaum feodal yang tidak bermoral berada dalam keamanan dan ketenteraman. Ia akan menjelaskan kejelekan-kejelekan mereka. Ia akan berjuang menentang mereka dengan tangan, lisan dan hati, dengan segala cara yang dapat dilakukannya. Setiap hari yang dilaluinya tanpa perjuangan, setiap saat yang dilaluinya tanpa pergulatan, dan setiap detik yang dilaluinya tanpa karya nyata, dianggapnya sebagai dosa yang menggoncang hati nuraninya sebagai kesalahan yang membebani perasaannya, sebagai suatu dosa yang hanya dapat dihapuskan dengan perjuangan.

Setiap orang Islam yang merasa-kan Islam dengan hatinya tidak akan mungkin membiarkan diktator yang aniaya serta penguasa zhalim bergerak di atas permukaan bumi, menjadikan manusia sebagai budaknya, padahal tiap-tiap manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan merdeka. Tetapi orang Islam itu akan maju ke depan dengan jiwa dan hartanya untuk menyambut seruan Tuhannya yang menciptakannya dan memberi rizki kepadanya:

“Mengapa kalian tidak mau ber-perang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang zhalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!“ (QS. an-Nisa‘: 75)

Jadilah seorang Islam. Kalimat ini telah cukup untuk mendorong kita berjuang menentang penjajahan de-ngan berani, mati-matian, penuh pengorbanan dan kepahlawanan. Kalau kita tidak dapat melakukannya, coba-lah periksa hati kita. Barangkali hati ini telah tertipu tentang hakikat iman kita.

Jadilah orang Islam. Kalimat ini saja telah cukup untuk mendorong maju ke depan berjuang melawan ketidakadilan, dengan tekad yang teguh tanpa memperdulikan kekuatankekuatan lawan yang hanya be-rupa kekuatan lalat, tetapi orang-orang lemah mengira merupakan halangan besar. Kalau kita tidak melakukan hal ini, cobalah periksa hati kita, mungkin ia telah tertipu tentang hakikat iman kita. Kalau tidak begitu, kenapa kita menjadi demikian sabar dan tegar untuk tidak berjuang melawan ketidakadilan?

Orang-orang Islam pasti akan melakukan perjuangan dengan hati yang penuh rindu untuk mencapai syahid di bumi, agar ia memperoleh kehidu-pan langit yang penuh kebahagiaan kekal nan abadi.

Allah Subnahahu Wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Me-reka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qu‘ran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) da-ripada Allah?“ (QS. at-Tawbah: 111)

Read more...

About This Blog

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP